Selasa, 12 Mei 2009

Sharing: Mengapa Saya Mendirikan Kindergarten

Berawalan karena 2 dari 3 anak saya, dilahirkan yang putra ke dua mempunyai gangguan sensori (Asperger Syndrom) dan si bungsu lahir dengan gangguan motorik, yang alhamdulilah sempat tertangani pada usia bayi, sehingga sekarang secara kasat mata tidak terlihat kecacatannya.
Melampaui banyak-banyak masalah di negeri ini yang model pendidikannya sangat otoriter tidaklah mudah bagi saya membesarkan anak-anak saya yang dengan gangguan itu seperti itu. Membuat saya mencari semua informasi cara yang tersingkat dan termudah untuk membantu anak-anak saya mengatasi permasalahan ini. Banyak permainan-permainan sebagai alat bantu memotivasi anak agar tetap bergairah dalam belajar meskipun disekolah nampak begitu ketat pembelajarannya.
Dan ternyata saya bisa mengubah paradigma pola pikir anak yang awalnya sekolah menjadi satu beban bagi mereka hingga bisa menjadi satu pengalaman yang mereka sadar bahwa tidak semua pengalaman harus sempurna dan selalu menyenangkan. Mereka mulai berusaha untuk memilah-milah bagaimana harus 'saya' bersikap bila di sekolah dan bagaimana 'saya' bisa hidup nyaman di rumah tanpa melupakan sekolah dan teman-teman, begitulah sehari-hari yang mereka lakukan.
Tetapi bila saya putar film kembali kehidupan ke belakang, dimana anak pertama dan kedua dilahirkan dan pernah masuk di Kindergarten di Berlin Jerman. Saat itu saya sebagai mahasiswa bersama ayah mereka, meskipun berat saya tidak terlalu perlu memikirkan sekolah anak. Di Kindergarten tersebut anak sudah mendapatkan stimulasi yang setiap anak butuhkan, metoda pengajaran yang membuat anak fun, dan saya bersama ayah mereka tidak perlu pusing-pusing mengatur waktu jemput anak. Karena memang Kindergarten itu merupakan sebuah tempat penitipan anak yang dipadu dengan TK (Akademis). Membuat saya merasakan ringan dengan pelayanan yang seperti itu, ketika yang tertua masuk SD pun tidak perlu repot-repot hanya ditest kemampuan basic anak, dan dia boleh masuk SD.
Sebagai terapis dari anak kesulitan belajar, saya mulai berpikir sebaiknya anak-anak seperti ini mempunyai tempat terapi yang terpadu juga, mengingat 2-3 jam per minggu selain berat dibiaya, juga kemajuan anak sangat lamban. Akhirnya saya bulatkan tekad untuk membantu anak-anak dengan kesulitan belajar. Sejak Maret 2007 bersama kawan-kawan, saya dirikan Kindergarten dengan nama Senso Schule untuk menampung anak dengan kebutuhan khusus dengan target anak dapat masuk di SD biasa tanpa kesulitan karena sudah mendapatkan One Stop Treatment atau terapi terpadu untuk membentuk sikap, sosialisasi, dan komunikasi dua arah mereka, selain itu tentunya KEMANDIRIAN mereka.
Dengan Motto:
Dari tidak ada menjadi ada
Dari tidak bisa menjadi bisa, dan
Dari tidak biasa menjadi biasa.

Sekian, Ratih Gds

Tidak ada komentar:

Posting Komentar