Selasa, 14 April 2009

Mbleyer, Firdaus Dikeluarkan dari Sekolah

Muhammad Firdaus Ramadhan Arfandhi, siswa Kelas IX SMP Luqman Al Hakim Surabaya, dikeluarkan dari sekolah gara-gara mbleyer memainkan gas sepeda motor sehingga suara mesinnya meraung-raung, di halaman sekolah. Firdaus pun terancam tak bisa mengikuti ujian nasional (Unas), 27-29 April nanti.
Pihak sekolah menilai Firdaus melanggar tata-tertib (tatib) sebagai siswa. Apalagi, selain mbleyer sepeda motor, remaja usia 15 tahun itu juga dituduh mengancam membunuh salah satu pengasuh pondok pesantren (ponpes) di tempatnya belajar.
Sekolah Firdaus adalah sekolah integral di Jalan Kejawan Putih, Tambak VI/1, Surabaya, di bawah naungan Yayasan Pesantren Hidayatullah. Selain menyelenggarakan pendidikan formal taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi yayasan ini juga menyelenggarakan pendidikan non formal di ponpes sebagaimana ponpes salafiyah.
Adapun insiden Firdaus terjadi 7 Maret lalu namun berkepanjangan karena dipersoalkan orangtuanya. Ayah Firdaus, M Syafi’i Ruddy, pun melayangkan surat pengaduan ke Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya, dengan tembusan ke Wali Kota Bambang DH. Setelah pihak dinas pendidikan ikut turun tangan, SMP Luqman Al Hakim memutuskan Firdaus tetap akan bisa mengikuti Unas.
Ayah Firadus, Ruddy, ketika dikonfirmasi Surya, mengakui kasus Firdaus. “Anak saya sudah cerita semua kronologis peristiwa yang dialami,” ujarnya lewat ponsel.
Informasi yang dihimpun Surya, insiden 7 Maret lalu itu terjadi saat Firdaus ke ponpes naik sepeda motor. Karena waktu itu libur sekolah, setelah merampungkan keperluannya, Firdaus berniat pulang, dan enyalakan mesin sepeda motor.
Diduga akibat terkena guyuran air hujan, mesin motor tak dapat langsung menyala, dan baru dapat menyala setelah dicoba berkali-kali. Karena takut mesin mati lagi, maka Firdaus memainkan gas sehingga menimbulkan suara bising.
Suara bising ini memicu reaksi salah satu pengasuh ponpes, yang berteriak dan membentak Firdaus. Diduga, emosi Firdaus terpancing oleh teriakan dan bentakan si pengasuh ponpes yang juga senior Firdaus sehingga dia langsung memegang kerah bajunya. Puas melampiaskan emosi, Firdaus pergi.
Namun, beberapa jam kemudian dia kembali ke ponpes, mencari si pengasuh yang berstatus mahasiswa itu. Saat bertemu, dia mengancam. “Awas, jangan sampai bilang ke kepala sekolah. Nanti kamu tak habisi di luar.”
Si pengasuh diduga tak terima dengan sikap dan perilaku Firdaus, sehingga melapor kepada pihak sekolah. Berdasar laporan itu, pihak sekolah pun membahas kasus Firdaus, dan menyatakan sebagai pelanggaran berat sehingga Firdaus harus dikembalikan kepada orangtua alias dikeluarkan dari sekolah.
Kepada Surya, Ruddy menyatakan sangat menyesalkan tindakan sekolah yang selang tiga hari setelah kejadian langsung memutuskan mengeluarkan anaknya dari sekolah. Mestinya, kata Ruddy, sebelum mengembalikan kepada orang tua, pihak sekolah memberikan surat peringatan terlebih dulu kepada Firdaus, yang selama ini tinggal di ponpes.
“Dalam kasus anak saya kan tidak demikian. Surat peringatan satu, dua, dan tiga belum ada, tiba-tiba saya ditelepon pihak sekolah untuk mengambil anak saya,” protes Ruddy, yang 13 Maret melayangkan surat pengaduan ke dindik dan wali kota.
Pelanggaran Tatib
Di pihak lain, Kepala Sekolah SMP Luqman Al Hakim, Marni Mulyana, ketika dikonfirmasi, menolak memberi keterangan. “Silakan tanya langsung ke yayasan,” elaknya, ketika ditemui di kantor.
Secara terpisah, Ketua Yayasan Pesantren Hidayatullah, Miftahuddin, mengaku ada tindakan pelanggaran tatib oleh Firdaus. Tetapi Miftah membantah lembaganya mengembalikan Firdaus kepada orangtuanya atau mengeluarkan dari sekolah.
“Dia diputuskan dapat mengikuti Unas,” ujarnya, di sela-sela sertifikasi dosen PTAI Swasta Indonesia Timur di Hotel Utami Juanda.
Menurut Miftah, Firdaus diperbolehkan ikut Unas setelah pihaknya menimbang dan mempertimbangkan berbagai aspek. Antara lain, aspek internal lembaga, orangtua siswa, dan masukan pemerintah selaku penyelenggara pendidikan.
Informasi lain, Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya, Sahudi, sempat berang kepada pihak SMP Luqman Al Hakim Surabaya. Dia menilai, tindakan sekolah mengembalikan Firdaus ke orangtua tidak dapat dibenarkan karena siswa itu sudah masuk daftar nominatif tetap (DNT) peserta Unas 2009.
Kata Sahudi, meski tindakan yang dilakukan siswa dinilai salah dan melanggar tatib sekolah, pihak sekolah mestinya lebih mengutamakan pembinaaan dengan memberikan peringatan kepada orangtua siswa. Jadi, bukan langsung mengeluarkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar